Sebelumnya hanya imajinasi yang memungkinkan Barcelona kalah 4-0. Orang akan berpikir, kendati sudah tidak ditangani Pep Guardiola, selama masih ada Xavi, Iniesta dan Messi, mustahil Barca bisa dikalahkan dengan skor setelak itu. Tapi Bayern Munich melakukannya semalam, saat Messi [katakanlah] belum dibeli konsorsium Paris Saint Germain, Xavi belum pensiun, Iniesta masih bugar dan Pique belum kembali ke Old Trafford.
Inter Milan era Mourinho, Chelsea era Di Matteo atau Milan di musim ini pernah mengalahkan Barcelona. Tapi tidak ada satu pun tim di Liga Champions dalam 16 tahun terakhir yang bisa mengalahkan Barcelona setelak itu. Terakhir kali Barcelona kalah 0-4 di Liga Champions terjadi pada 1997, saat dikalahkan oleh Dinamo Kiev di fase grup, lewat hattrick Andriy Shevchenko [tentu saja saat itu Sheva belum diincar Mitra Kukar].
Bagaimana dan dengan cara apa tim asuhan Juup Heynckes ini menghancurkan generasi emas Barcelona dengan skor yang sangat telak?
Cara yang Berbeda dari Bayern Munich
Jika Inter [Thiago-Cambiasso-Zanetti], Chelsea [Mikel-Lampard-Meireles] dan Milan [Ambrosini-Muntari-Montolivo] memasang 3 gelandang tengah untuk melindungi garis pertahanan saat mengalahkan Barca, Bayern konsisten hanya menempatkan Martinez dan Schweinsteiger sebagai double-pivot guna melindungi pertahanannya. Dengan sesekali Thomas Mueller ikut membantu pertahanan dengan mengganggu Busquets, Bayern tadi malam tak perlu memarkir bus sebagaimana Inter atau Chelsea.
Perbedaan lainnya adalah kedua flank Bayern, Ribery dan Robben, bergerak dengan kompak baik dalam bertahan dan menyerang. Tidak ada salah satu dari keduanya yang lebih ditugaskan bertahan sebagaimana Shaarawy-Boateng di Milan [dengan Shaarawy banyak menunggu di depan] atau Mata-Ramires di Chelsea di era di Matteo [dengan Ramires lebih sering berada di depan]. Ribery dan Robben turun bertahan saat diserang dan sama-sama aktif naik ke atas saat menyerang.
Perlu juga dicatat, kendati kerap memanfaatkan serangan balik, Bayern tidak seperti Inter, Chelsea atau Milan yang melakukannya dengan umpan-umpan panjang. Anak asuhan Juup Heynckes melakukannya dengan rapi, merayap dari tengah, lalu ke depan dengan memanfaatkan Muller atau melebar ke sayap melalui Robben dan Ribery.
Inilah tiga hal yang membuat Munich bisa menghancurkan Barca:
1. Taktik Bayern Saat Bertahan
Chalkboard di bawah ini menggambarkan produksi umpan Barcelona di sepanjang pertandingan. Yang sangat mencolok dari chalkboard ini adalah minim sekali umpan Barca di dalam dan di depan kotak penalti Bayern [biru adalah umpan sukses dan merah umpan gagal]. Area di depan kotak penalti Bayern bahkan nyaris bersih dari umpan Barca.
Martinez dan Schweini berperan besar atas hal itu. Keduanya dengan sangat bagus berhasil mengunci Xavi dan Iniesta sehingga motor serangan Barca itu praktis selalu kesulitan mengalirkan bola ke arah Messi atau Sanchez. Semua tindakan bertahan [tekel, intersep, clearance sampai pelanggaran] mereka lakukan untuk menahan Xavi dan Iniesta di wilayahnya sendiri.
Statistik menunjukkan, dua double-pivot ini menjadi pemain Bayern dengan statistik defensive-action terbanyak. Dari chalkboard di atas pun terlihat, aksi bertahan Martinez dan Scweini [tekel=tanda silang kuning, intersep=warna hijau dan/atau pelanggaran=warna hitam] bukan hanya dilakukan di depan kotak penalti sendiri, bahkan dilakukan di lini pertahanan Barca.
Saat Xavi dan Iniesta kesulitan masuk ke jantung pertahanan Munich, mereka hanya punya opsi mengembalikan bola ke bawah atau mengirim bola ke sisi lapangan. Opsi ini pun tak berbuah apa-apa karena Busquets kesulitan bergerak karena Mueller sering turun mengganggunya. Selain itu, Alves dan Alba sebagai full-back juga kesulitan membongkar sisi pertahanan Munich. Keduanya bukan hanya kesulitan menembus dua full-back Munich [Lahm dan Alaba], tapi bahkan sering ditahan oleh Robben dan Ribery yang aktif bertahan.
Chalkboard di atas menggambarkan defensive-action Robben dan Ribery. Robben bahkan amat menonjol dalam hal ini. Jika biasanya dia dianggap sebagai seorang penggiring bola yang egois dan pemalas dalam bertahan, di laga ini Robben amat rajin bertahan. Dia bahkan jadi pemain Bayern terbanyak yang melakukan tekel setelah Schweini dan Martinez dengan 4 tekel dan hebatnya lagi semuanya adalah tekel sukses.
Dengan cara inilah maka Alexis Sanchez, Messi dan Pedro sangat kesulitan menerima dan menguasai bola. Posisi mereka sering berada di belakang Martinez dan Schweini. Jika hendak mendapat bola, mereka terpaksa turun ke bawah, dan berada di areanya Martinez-Schweini Lihat chalkboard di bawah]. Ini mengakibatkan duet center-back Munich, Dante dan Boateng, tinggal menunggu bola yang lolos dari hadangan Martinez-Schweini.
Inilah yang menyebabkan Barcelona sangat banyak membuat umpan panjang dan sedikit sekali membuat umpan terobosan. Statistik umpan panjang yang dibuat Barca di laga ini mencapai 65 buah, paling tinggi dibandingkan saat menghadapi AC Milan [44 kali di 1st leg dan 46 kali di 2nd leg] maupun PSG [41 kali saat 1st leg dan 63 kali saat 2nd leg]. Begitu pula dengan umpan terobosan. Di laga ini Barca hanya berhasil membuat 2 kali umpan terobosan, paling rendah jika dibandingkan saat menghadapi AC Milan [3 kali saat 1st leg dan 6 kali saat 2nd leg] maupun saat melawan PSG [4 kali di 1st leg dan 3 kali saat 2nd leg].
2. Schweini Atur Tempo, Robben-Ribery Menyerang dari Sayap
Chalkboard di bawah ini dengan jelas menggambarkan bagaimana Bayern membangun serangan. Terlihat sangat jarang ada umpan-umpan Bayern dari tengah langsung ke kotak penalti. Mayoritas serangan Bayern datang dari kedua sisi lapangan.
Jika Inter, Chelsea dan Milan kerap memanfaatkan umpan panjang untuk membangun serangan balik, tidak demikian dengan Bayern. Polanya tidak terlalu baru, tetap menyerang melalui sayap, tetapi Bayern melakukannya tidak dengan bola-bola panjang, melainkan merayap dari bawah, memanfaatkan kecepatan dan kemampuan dribling yang dimiliki Ribery dan Robben.
Inilah yang membedakan Bayern dengan 3 tim lain yang pernah mengalahkan Barca di Liga Champions. Bayern punya keuntungan karena memiliki dua pemain sayap yang sama-sama cepat dan sama-sama mahir membawa bola. Jika hanya memiliki pemain sayap dengan kecepatan tinggi, tentu opsi menyerang dengan umpan panjang ke sisi lapangan yang akan diambil. Tapi karena Robben dan Ribery pun punya kemampun membawa bola yang bagus, maka Bayern pun bisa punya opsi tambahan dalam membangun serangan.
Peran Schweini sangat penting di sini. Dia yang memungkinkan Bayern bisa menyerang dengan sistematis, merayap dari tengah ke samping atau ke depan. Selain sukses menjadi pivot yang melindungi pertahanan, dia juga sangat baik dalam mengalirkan bola ke depan. Tiap kali menerima bola, dia jeli kapan mesti mengirim bola ke Mueller yang ada di depannya atau membaginya ke sisi lapangan kepada Robben dan Ribery. Dia melakukan hampir semua jenis umpan.
Total Schweini mampu membuat 45 umpan [hanya kalah dari Dante dengan 49 umpan] dan jadi pemain Munich dengan akurasi umpan tertinggi. Dia juga satu-satunya pemain yang beroperasi di tengah yang mampu membuat crossing [pemain Bayern lain yang membuat crossing beroperasi di sisi lapangan: Ribery, Robben, Lahm dan Alaba]. Dia juga pemain Bayern dengan akurasi umpan panjang terbaik [80% akurat]. Mestikah diherankan jika dia juga yang menjadi pemain Munich yang paling banyak membuat key-passes [umpan yang diakhiri dengan shot] dan mencatatkan dirinya sebagai salah satu pembuat assist [pada gol Robben].
Ketika bola ada di kaki salah satu dari Mueller, Gomez, Robben atau Ribery ini, para pemain Barca sering terlambat untuk turun membantu pertahanan. Praktis hanya Busquets yang sibuk melapis pertahanan Barca. Sementara Xavi dan Iniesta sering terlambat turun. Sering terjadi komposisi antara pemain Barca yang sedang bertahan dan pemain Munich yang sedang menyerang sama jumlahnya 5 vs 5 [lihat chalkboard di bawah].
Di babak II, Barca lebih aware dalam bertahan. Iniesta mulai rajin turun ke bawah. Tapi itu tak berarti banyak mungkin karena defensive ability Iniesta [juga Xavi] tidak terlalu bagus. Iniesta bahkan jadi salah satu pemain Barca paling dekat dengan posisi Mueller saat pemain tersebut mencetak gol keempat Munich.
3. Pergerakan dan Perubahan Posisi Thomas Mueller
Hal lain yang patut dicatat dari Munich adalah ciamiknya pertukaran peran dan posisi antara Thomas Mueller sebagai gelandang serang dan Mario Gomez sebagai target-man. Dalam hal ini, kontribusi Mueller sangatlah besar.
Absennya Mandzukic, yang dikenal sebagai penyerang dengan kemampuan bertahan yang baik, berhasil ditambal oleh Mueller dengan cemerlang. Hampir semua gol Munich melibatkan dirinya. Dia mencetak 2 gol, membuat asisst pada gol Gomez, dan berperan besar pada gol Robben dengan melakukan blocking yang menghalangi pergerakan Alba.
Ada beberapa catatan terkait peran Mueller di laga ini. Pertama, dia aktif membantu timnya bertahan dengan cara rajin menempel Busquets. Peran seperti ini lazim digunakan oleh tim ketika menghadapi lawan yang memiliki gelandang bertahan dengan kualitas passing yang baik. Ini membuat Barca sangat kesulitan karena Xavi dan Iniesta praktis tak mendapat bantuan memadai saat menyerang.
Kedua, rajinnya Mueller turun ke bawah membuat Schweini punya opsi tambahan untuk mengalirkan bola. Saat Robben dan Ribbery tidak mungkin diumpan, Schweini punya opsi mengalirkan bola pada Muller. Inilah yang membuat produksi umpan panjang Munich jauh lebih sedikit ketimbang Barca yaitu 44 berbanding 65 [selisih 21]. Selisih sebanyak itu sangat signifikan mengingat lawannya adalah Barca – master dalam umpan-umpan pendek.
Ketiga, saat menyerang, Mueller amat dinamis dan cepat bertukar posisi dengan Gomez. Setelah ikut turun saat bertahan [terutama untuk mengganggu Busquets], Mueller bisa dengan cepat berada di kotak penalti. Deteksi area bermain dari pemain Munich yang dilansir whoscored.com bahkan menunjukkan Mueller [no 25 dalam lingkarang kuning] lebih banyak berada di depan ketimbang Gomez [no. 33].
Ketika Gomez ditarik ke luar digantikan gelandang bertahan Gustavo pada menit 71, Mueller praktis menjadi target-man. Bahkan dalam posisi barunya ini dia masih aktif melakukan defensive-action – seperti terlihat saat ia menutup pergerakan Alba yang memungkinkan Robben masuk ke dalam kotak penalti untuk mencetak gol.
0 comments:
Post a Comment