Tuesday 29 December 2015

Bisma "Sakti karna darma mati karna karma"

03:57

Dalam perang Barathayudha, pandawa harus melawan para sesepuh, paman, pakdhe, guru dan saudaranya. Nah, di antara yang harus dilawan terdapat tokoh2 dengan kesaktian “menggiriskan” atau predikat tanpa tanding atau Bu Tek yang kalo dalam cerita Kho Ping Hoo atau Ching Yung. Lihatlah Bisma yang oleh Dewa diberi kemampuan hanya akan mati kalau dia sendiri yang menhendaki kapan, atau Salya yang punya Candrabirawa yang ga mempan oleh semua senjata, atau Dorna, guru dari semua orang pandai di negeri Baratha. Hanya berdasarkan hubungan dharma dan karma-lah mereka, Pandawa bisa memenangkan semuanya. Tokoh sesakti apapun, dia punya dharma, perjuangan dan perbuatan baik yang bisa menjadikan Bisma dianugerahi gelar “immortal” dan karma, perbuatan yang bisa menjadikan Bisma terlena dan terkena panah Srikandi.
Berikut hanya cuplikan cerita, disadur dari berbagai sumber (cerita Bapak dan Ibu, Simbok, baca buku, baca internet, diskusi sana-sini ala angkringan).

1. Narasoma dan Bagaspati
Kata Bagaspati sebenarnya kalau tidak salah dalam bahasa Jawa artinya salah satu nama hantu alias memedi seperti Gendruwo yang mematikan. Tetapi dalam cerita Mahabaratha, Bagaspati adalah seorang Resi (resik dan sethiti, alias bersih dan cermat). Dia muncul dalam cerita Narasoma (alias Salya waktu muda mo dapat jodoh). Nah, jodohnya alias istrinya Salya itu namanya Setyawati atau Endang Pujowati . Satu hal yang menarik disini adalah, apa yang diucapkan Salya ketika waktu mo nikah dan berbicara dengan calon mertuanya. Salya adalah calon ratu Mandaraka, seorang tokoh muda tampan, agak “mbagusi”, suka berfoya-foya, tetapi hatinya runtuh ketika bertemu Setyowati. Ketika tahu ayah Setyowati adalah raksasa maka dia katakan “ Aku mau mengambil sekuncup bunga, tetapi dijaga oleh seekor buaya”. Setyowati bingung, terus dia bilang ke ayahnya tg kata2 Narasoma, jelas ayahnya yang seorang resi tahu jelas apa arti ucapan si Narasoma. Dia mau anaknya, tapi ga mau bapaknya.
Dipanggillah Narasoma, terus ditanting mau ga hanya mencintai Setyowati, Narasoma mau. Dan meminta Narasoma membunuh dengan menikam keris pusaka Narasoma ke dadanya. Ditikam sekali, dua kali, tiga kali tidak mempan. Narasoma  jengkel, bilang kalo Bagaspati maen2 aja dgn dia. Hehehe, ini mah kayak si pengemis Iblis mata satu lawan Bu Kek Siansu. Apa sih kesaktian Bagaspati? Walaupun dia raksasa, tetapi darahnya putih. Dia adalah tokoh wayang paling jujur, setara dengan Yudistira, bahkan bisa dkatakan Yudhistira adalah titisannya secara tidak langsung. Dalam tubuhnya terdapat Candrabirawa,  raksasa2 kecil yang kalo dibunuh jadi dua, dibunuh lagi jadi empat, berlipat sampai akhirnya lawannya mati dikerubut raksasa-raksasa kecil tersebut. Bagaspati lalu mengeluarkan Candrabirawa dan memasukkannya ke tubuh Narasoma, apa kata raksasa kecil itu ketika masuk, “disini sumpek Bapa” ga mau masuk. Sebelum meminta Narasoma menikam dadanya lagi, Bagaspati berpesan, “ Aku berikan Candrabirawa kepadamu, rumahnya adalah hati yang bersih, dia akan kenyang kalau pemiliknya berpuasa, dan ingatlah dia akan kembali pada orang yang mempunyai darah putih besok saat Barathayudha”. Sekarang tikamkanlah pusakamu didadaku!” Maka Narasoma menikam dada mertuanya sendiri, dan robohlah Bagaspati.
Mempunyai Candrabirawa, disatu sisi adalah member kesaktian tanpa tanding dan pantas disebut ‘Bu Tek atao tanpa tanding dalam cerita Kho Ping Hoo” tapi juga memberi kelemahan pada Narasoma atau Salya setelah dia jadi raja di Mandaraka.
Ketika Barathayudha, Salya tahu pasti bahwa Kurawa salah, memakan harta Pandawa. Tetapi hati kecilnya berkata lain, putrid-putrinya, Banowati dan Surthikanti, adalah istri-istri Duryudana dan Karna. Dia akhirnya membela Kurawa. Tak ada bala tentara Pandawa yang bisa mengalahkan Salya kecuali Yudhistira atau Punthadewa sang penyandang getih putih alias darah putih. Ketika Salya mengeluarkan Candrabirawa, dan raksasa itu memakan Yudhistira, bukan Yudhistira yang dimakan tapi Candrabirawa masuk dalam tubuh Yudhistira. Robohlah Narasoma atau Salya seperti daun kering karena habis tenaganya, seperti orang yang baru terena Thi Ki I Beng. Setyowati pun membuktikan namanya Setyowati, dia ikut mati ketika Salya mati.
Itu hanya sekelumit cerita tentang Bagaspati dan Salya. Salya mau membuka kelemahan kesaktiannya kepada Nakula dan Sadewa (putra dari Madrim, adik Salya). Dia tahu dia salah dan tahu dia harus memperbaiki kesalahannya pada Bagaspati.
Kembali lagi setiap tokoh wayang pasti berhubungan dengan dharma dan karma. Entah dia baik, buruk, tokoh satria, tokoh raksasa. Suatu hubungan yang simple.
2. Bisma, Dewi Amba, dan Srikandi
Bisma atau Dewabratha seharusnya jadi raja Astina, menggantikan ayahnya. Tetapi istri kedua ayahnya, seseorang putri yang mengeluarkan keringat harum (sori namanya lupa) menghendaki putranya (yang akan menurunkan Pandawa dan Kurawa) menjadi raja. Apa kata Bisma, “ Ayah, aku dengan rela menyerahkan tahta Astina, dan bersumpah tidak akan kawin”. Sebuah sumpah yang berat, karena dia tampan, sakti, kaya dan high quality jomblo. Nah, saat itulah Dewa memberi dia kemampuan, hanya akan mati kalau dia sudah menghendaki kapan saatnya. Alias dia jadi immortal, maka dia adalah tokoh Baratha yang mempunyai umur panjang, penasehat para raja Astina.
Bisma dalam sebuah kejuaraan mencari jodoh (diminta oleh ibunya mencarikan jodoh adik2nya) berhasil membawa pulang tiga putri rupawan, Amba, Ambika dan Ambalika. Ambika dan Ambalika untuk putra ibu keduanya yang keringatnya harum. Sedangkan Amba sudah punya kekasih hati (namanya lupa). Oleh Bisma dikembalikan ke kekasihnya, tapi kekasihnya orang yang ga tahu diri, menolak Amba. Dalam keputusasaannya, Amba akhirnya mengikuti kemanapun Bisma pergi dan bilang akan menjadi pelayannya. Tapi Bisma sudah bersumpah ga akan kawin dan berdekatan dengan wanita. Dia menakut-nakuti Amba dengan panah. Tapi apa dikata panah terlepas dan terkenalah dada Amba. “ Bisma, engkau telah membunuhku, membunuh seseorang yang mencintaimu secara tulus, bukan cinta nafsu. Apa susahnya engkau menerimaku sebagai adik bukan istri. Saat Barathayudha tiba, aku akan membalas di ujung panah senopati wanita pandawa.
Ya, 10 hari dari 18 hari Barathayudha Bisma menjadi senopati Kurawa tanpa ada yang bisa mengalahkannya. Baru ketika Srikandi maju. Srikandi adalah titisan Amba. Ketika melihat Srikandi, yang dilihat Bisma adalah Amba yang akan menjemputnya, memaafkannya dan hidup abadi selamanya di Nirwana.
Bisma tidak mati saat itu (hari ke-10), dia menanti sampai Barathayudha berakhir. Tubuhnya penuh dengan panah. Arjuna memberikan bantal panah buat dia, Bima memberikan peneduh pohon bagi dia.
Seorang ksatria tulen dan sakti, mati karena karma. Sebagai penasehat Astina, berapa kali dia memberi nasehat pada cucu-cucunya, berapa kali pula dia terima penghinaan dan cercaan atau penolakan. Sampe akhirnya dia maju melawan kebenaran karena harus membela bangsanya, Astina. Hahaha, sebuah pilihan ironis. Seperti kadang kita dihadapkan pada pilihan-pilihan menegangkan dan hanya hatilah yang bisa menentukan.
3. Bagawan Dorna, Bambang Ekalaya dan Drestajumena
Bambang Ekalaya, murid Durna yang belajar panah dari “patung” Durna karena ditolak menjadi murid Bagawan Durna. Kepandaian panahnya nomer satu, mengungkuli Arjuna, karena dia punya Cincin Mustika Ampal di jempol kanannya.
Durna, seorang ilmuwan serba bisa, guru Pandawa dan Kurawa. Seorang Bagawan nyleneh dengan sifat aneh, yang pasti cerdik dan sakti.
Akhirnya Durna memangkas jempol Bambang Ekalaya (atau Palguna) dan memberikan cincin Mustika Ampal pada Arjuna, karena Durna pernah bersumpah akan menyadikan Arjuna sebagai ahli panah nomer satu, dan itu ga akan terwujug sebelum Ekalaya mati. Matilah Ekalaya, Arjuna seakan mempunyai 6 jari untuk memanah di tangan kanannya setelah memakai cincin itu. Sebelum mati bersumpahlah Ekalaya, saking cintanya pada sang guru, dia berikan apa saja, maka dia akan kembali ke Nirwana bersama sang guru Durna dan menitis pada Drestajumena anak pertama dari Drupada raja Pancala pembela Pandawa. Ya, saat itu Drupada sedang menaruh dendam sedalam lautan pada Durna karena menghinanya didepan ksatria-ksatria. Meminta pada dewa, dianugerahi putra titisan Ekalaya, namanya Drestajumena.
Saat Barathayudha, Durna menjadi panglima Kurawa. Dialah yang menjalankan formasi perang Roda Berputar (istilah jawanya lupa) yang membuat Abimanyu mati. Formasi perang berputar yang meggilas tentara Pandawa. Yang bisa mengalahkannya hanya Arjuna, sedangkan Arjuna diajak tanding di luar arena perang. Abimanyu maju, bisa menerobos ke dalam roda, ga bisa keluar; akhirnya mati oleh Jayadrata setelah dikerubut panglima2 Kurawa secara biadab.
Ketika Drestajumena maju, Durna kehilangan konsentrasi karena mengira anaknya Aswatama mati, padahal yang mati adalah Siwitama, seekor gajah. Akhirnya putuslah leher sang resi sakti oleh Drestajumena. Pembalasan karma sang Ekalaya dan kematian Abimanyu.
Sebenarnya lawan Pandawa dalam Barathayudha sangatlah sakti. Salya, Bisma, dan Durna, tiga orang yang sangat dihormati Pandawa. Sampai-sampai awalnya Arjuna “merasa enggan” hingga munculnya nasehat Bagavatgita oleh Kresna. Tapi di situlah letak dharma seorang ksatria yang dihadapkan pada karma. Bisma, Salya, Dorna, mempunyai dharma membela bangsa walau pemimpin mereka jahat dan rusak atau sesuai pilihan hati, dan dihadapkan pada karma2 mereka ketika perang.
Ini hanyalah cerita. Diambil seru-serunya aja.
Salam hangat, sampai ketemu di bagian lain.
Penulis: Nur Arfian, penikmat cerita wayang.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2010 Fandypedia. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top